Kamis, 23 Desember 2010

PERCOBAAN 3 PERBANDINGAN SIFAT FISIKA DAN KIMIA ANTARA SENYAWA ION DAN KOVALEN

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat fisika dan kimia senyawa kovalen dan senyawa ion dan mempelajari bagaimana jenis ikatan dan struktur molekul mempengaruhi sifat fisika dan kimia senyawa. Senyawa ion dapat menghantarkan listrik dengan baik, sehingga kita dapat menggunakan dan menerapkannya dalam teknik kimia dan industri. Sedangkan senyawa kovalen memiliki sifat mudah terbakar, untuk itu kita harus berhati-hati terhadap senyawa yang mengandung senyawa kovalen.

Percobaan ini mencakup lima pengamatan, yaitu perbandingan titik leleh, wujud, perbandingan kelarutan, kemudahan terbakar, dan uji bau. Pengamatan untuk perbandingan titik leleh dilakukan dengan mengukur suhu saat meleleh yang dipanaskan di atas bunsen, pengamatan wujud dilakukan dengan mengamati wujud, perbandingan kelarutan dilakukan dengan melarutkan dengan pelarut akuades, kemudahan terbakar dilakukan dengan membakar dengan api yang diletakkan di atas sudip, dan uji bau dilakukan dengan membaui dan mengibaskan baunya ke arah praktikan.
Dari percobaan diperoleh hasil bahwa perbedaan sifat fisika dan kimia dari senyawa kovalen adalah titik leleh rendah, berwujud gas atau cair pada suhu kamar, larut dalam pelarut non polar, umumnya terbakar, dan banyak yang berbau. Sedangkan perbedaan sifat fisika dan kimia dari senyawa ion adalah titik leleh tinggi, berwujud padatan pada suhu kamar, umumnya larut dalam pelarut polar, tidak terbakar, dan hanya sedikit yang berbau. Senyawa seperti urea, naftalen, aseton, dan etanol merupakan senyawa kovalen. Sedangkan KI, NaCl, dan MgSO4 merupakan senyawa ion

Kata kunci : ikatan, ion, kovalen, atom, titik leleh, polar, non polar, van der walls,
Lewis


3.1Pendahuluan

3.1.1Tujuan Percobaan
Mempelajari sifat fisika kimia senyawa kovalen dan senyawa ion serta mempelajari bagaimana jenis ikatan dan struktur molekul mempengaruhi sifat fisika dan kimia senyawa.

3.1.2Latar Belakang
Suatu senyawa ikatan kimia merupakan pembentuk dari senyawa kimia. Ikatan kimia yang paling umum adalah ikatan ion dan ikatan kovalen. Ikatan ion membentuk suatu senyawa yang disebut senyawa ion dan ikatan kovalen membentuk senyawa kovalen.
Sifat-sifat fisika dan kimia dari senyawa ion antara lain memiliki titik leleh yang sangat tinggi, umumnya dapat menghantarkan listrik, tidak mudah terbakar, umumnya berwujud padat dalam suhu kamar, tidak berbau, serta dapat larut dalam air dan sedikit yang larut dalam pelarut nonpolar, sebaliknya pada senyawa kovalen. Dalam percobaan ini akan dipelajari perbedaan sifat fisika dan kimia antara senyawa ion dan senyawa kovalen dalam hal wujud, perbandingan kelarutan, kemudahan terbakar, bau dan perbandingan titik leleh.

3.2Dasar Teori

Sir Joseph John Thomson atau dikenal dalam dunia kimia sebagai J.J Thomson (1856-1940), seorang fisikawan Inggris yang berhasil memperoleh hadiah nobel fisika pada tahun 1906 atas penemuan elektron. Dalam penelitiannya, Thomson mempelajari bahwa tabung katoda dalam kondisi vakum parsial (hampir vakum) yang diberi tegangan tinggi akan mengeluarkan “berkas sinar” dimana Thomson menamai berkas ini sebagai “berkas sinar katoda” disebabkan karena berkas sinar ini berasal dari katoda (elektroda negatif). Berkas sinar katoda ini jika didekatkan dengan medan listrik negatif maka akan dibelokkan, berdasarkan hal ini maka Thomson menyatakan bahwa berkas sinar katoda itu adalah partikel-partikel bermuatan negatif. Thomson menyimpulkan bahwa setiap atom tersusun oleh elektron, kemudian Thomson mengajukan struktur atom sebagai bulatan awan bermuatan positif dengan elektron yang terdistribusi secara acak didalamnya. (Anonim1, 2008)
Dengan adanya teori elektron mengenai struktur atom penjelasan konsep valensi tentang teori elektron lahir. Dasar teori elektron tentang valensi diberikan oleh Kossel dan Lewis pada tahun 1916. Kossel membicarakan eksperimen dari gas-gas mulia yang beratom satu dan tidak reaktif. Atom gas mulia stabil karena memilki elektron oktat di kulit terluar (kecuali helium). Kossel dan Lewis berpendapat bahwa atom-atom berkehendak mempunyai struktur elektron seperti gas mulia, dengan jalan melepas atau menerima elektron untuk membentuk suatu ikatan kimia. (Sukardjo, 1997 : 390)
Ikatan kimia adalah ikatan yang terjadi antar atom atau antar molekul sebagai berikut :
1. Atom yang satu melepaskan elektron, sedangkan elektron yang lain menerima
elektron (serah terima elektron).
2. Penggunaan bersama pasangan elektron yang berasal dari masing-masing
elektron yang berikatan.
3. Penggunaan bersama pasangan elektron yang bersal dari salah satu atom yang berikatan.
Tujuan dari pembentukan ikatan kimia adalah agar terjadi pencapaian kestabilan suatu unsur. Elektron yang berperan dalam pembentukan ikatan kimia adalah elektron valensi dari suatu atom atau unsur yang terlibat. Salah satu petunjuk dalam pembentukan ikatan kimia adalah adanya satu golongan unsur yang stabil yaitugolongan VIII A (gas mulia). Berdasarkan perubahan konfigurasi elektron yang terjadi pembentukan ikatan, ikatan kimia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu ikatan ion dan ikatan kovalen.
1.Ikatan Ion
- Terjadi jika atom unsur yang memiliki enetgi ionisasi kecil melepaskan elektron valensinya (membentuk kation) dan unsur yang memiliki afinitas elektron besar menerima elektron tersebut (membentuk anion).
- Kedua elektron tersebut kemudian saling berikatan dengan gaya elektrostatis (sesuai hukum Coulomb).
- Unsur yang cenderung melepaskan elektron adalah unsur logam sedangkan unsur yang cenderung menrima elektron adalah unsur nonlogam.
(Anonim2, 2008)
Ikatan ionik terbentuk melalui perpindahan satu atau lebih elektron valensi dari satu atom ke atom lain. Atom yang menyerahkan elektron menjadi bermuatan positif, yaitu kation. Atom yang menerima elektron menjadi bermuatan negatif, yaitu anion. Atom-atom yang cenderung menyerahkan elektronnya dinamakan elektropositif. Atom-atom yang cenderung menerima elektron disebut elektronegatif. Ikatan ionik pada dasarnya bukan benar-benar suatu ikatan. Karena berlawanan muatan, ion-ion tertarik satu dengan yang lain begitu juga halnya kutub-kutub magnet berlawanan. Dalam kristal ion-ion tersusun padat dengan cara tertentu, tetapi tidak bisa menyatakan bahwa ion tertentu ada hubungannya dengan ion yang lain dan tentu saja jika suatu zat terlarut, ion-ion bergerak dengan bebas. (Hart, 2000 : 4)
Sifat umum senyawa ion, yaitu memiliki titik didih dan titik leleh yang tinggi, lelehannya maupun larutannya dapat menghantarkan listrik, larut dalam air, tidak mudah terbakar, dan tidak berbau. (Anonim3, 2008)

2. Ikatan Kovalen
- Terjadi karena pemakaian bersama pasangan elektron oleh 2 atom yang berikatan.
- Ikatan kovalen terjadi akibat ketidakmampuan pembentukan elektron yang dilepaskan salah satu atom yang berikatan.
- Ikatan kovalen terbentuk karena atom yang memiliki afinitas elektron tinggi serta kelektronegatifannya lebih kecil dibandingkan ikatan ion.
(Anonim2, 2008)
Ikatan kovalen terbentuk melalui penggunaan bersama sepasang atau lebih elektron di antara atom-atom. Unsur-unsur yang bukan elektronegatif kuat atau elektropositif kuat cenderung membentuk ikatan melalui penggunaan bersama pasangan elektron bukan melalui pemindahan elektron. Jika dua atom identik atau mempunyai keelektronegatifan yang sama, pasangan elektron digunakan secara bersana. (Hart, 2000 : 4)
Sifat umum persenyawaan kovalen umumnya berupa gas, zat cair atau zat padat yang mudah menguap, medan listrik yang ditimbulkan oleh molekul ini nol atau sangat kecil, umumnya sukar larut dalam air, mudah terbakar dan berbau. (Respati, 1992 : 40-41)
Gaya Van der Waals merupakan gaya tarik-menarik antar molekul yang berdekatan. Titik didih hibrida (unsur yang membentuk senyawa dengan hidrogen) unsur golongan 4, akan menaik seiring dengan menurunnya letak unsur pada golongan. Kenaikan titik didih terjadi karena molekul memperoleh lebih banyak elektron dan karena itu kekuatan dispersi Van der Waaks menjadi lebih besar, pada kasus NH3, H2O dan HF seharusnya terjadi penambahan gaya daya tarik antar molekul yang seacara signifikan memerlukan energi kalor untuk memutuskannya. Gaya antar molekul yang relatif kuat ini digambarkan dengan ikatan hidrogen. (Anonim3, 2008)
Senyawa polar memiliki ciri-ciri yaitu mudah larut dalam air dan pelarut polar lain, memiliki kutub (+) dan kutub (-) akibat tidak meratanya distribusi elektron serta memiliki pasangan elektron bebas atau memiliki perbedaan keelektronegatifan. Senyawa nonpolar, yaitu memiliki ciri-ciri yang tidak larut dalam air dan pelarut polar lain, tidak memiliki kutub (+) dan kutub (-) serta tidak memiliki pasangan elektron bebas atau kelektronegatifannya sama.
(Anonim4, 2008)

3.3 Metodologi Percobaan

3.3.1 Alat dan Deskripsi Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini :
- Tabung reaksi
- Termometer
- Pipet Tetes
- Sudip
- Gegep
- Bunsen
- Botol Semprot
- Spatula
- Rak Tabung Reaksi

3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini :
- MgSO4
- NaCl
- Aseton 99%
- Na2CO3
- Naftalen
- KI
- Urea
- Etanol

3.3.3 Prosedur Percobaan
3.3.3.1 Perbandingan Titik Leleh
3.3.3.1.1 Senyawa Kovalen

1. Dimasukkan sejumlah urea ke dalam tabung reaksi dan dimasukkan termometer ke dalamnya.
2. Dipanaskan tabung reaksi diatas nyala api bunsen, suhu tepat dicatat pada saat urea meleleh seluruhnya.
3. Diulangi langkah yang sama untuk naftalen, suhu dicatat saat mulai meleleh seluruhnya.
4. Diulangi langkah yang sama diulangi untuk etanol dan aseton, tapi titik leleh tidak diuji untuk kedua senyawa tersebut, melainkan hanya titk didihnya saja yang untuk diketahui.

3.3.3.1.2 Senyawa Ion
1. Karena titik lelehnya tinggi, jadi percobaan tidak dilakukan praktikan.

3.3.3.2 Wujud
1. Diamati wujud bahan-bahan seperti senyawa MgSO4, NaCl, aseton 99%, Na2CO3, naftalen, KI, urea dan etanol.

3.3.3.3 Perbandingan Kelarutan
1. Dimasukkan urea ke dalam tabung reaksi I, ditambahkan akuades, diaduk dan diamati.
2. Diulangi langkah yang sama untuk bahan-bahan senyawa lainnya, seperti KI, MgSO4, naftalen, aseton, etanol, NaCl dan Na2CO3.

3.3.3.4 Kemudahan Terbakar
1. Diletakkan beberapa tetes etanol pada sudip, dibakat diatas bunsen.
2. Diulangi langkah yang sama untuk bahan-bahan senyawa lainnya, seperti KI, MgSO4, naftalen, aseton, urea, NaCl dan Na2CO3.

3.3.3.5 Uji Bau
1. Diidentifikasi bau urea, KI, MgSO4, naftalen, aseton, etanol, NaCl dan Na2CO3.

3.4 Hasil dan Pembahasan

3.4.1 Hasil Pengamatan

3.4.2 Pembahasan
3.4.2.1 Perbandingan Titik Leleh
Pada percobaan ini, digunakan senyawa kovalen untuk mengukur suhu titik leleh pada urea dan naftalen serta titik didih pada etanol dan aseton. Senyawa ion mempunyai titik leleh tinggi dibandingkan senyawa kovalen sehingga hanya senyawa kovalen yang dipakai dalam percobaan. Dari hasil percobaan, didapatkan suhu pada titik leleh urea berkisar antara 43˚C-73˚C. Kisaran titik leleh yang didapatkan berbeda-beda karena pengaruh perbedaan junlah zat yang diamati dalam percobaan, sebab besarnya kalor yang diperlukan mempengaruhi besar kisaran titik leleh pada senyawa kovalen yang diamati. Didapatkan juga hasil percobaan mengukur titik didih etanol sekitar 37˚C-67˚C dan pada aseton sekitar 34˚C-48˚C.

3.4.2.2 Wujud
Berdasarkan hasil percobaan mengamati wujud zat didapatkan bahwa senyawa ion dan kovalen wujudnya tidaklah sama dan wujudnya didapatkan bahwa KI berbentuk padatan, kristal dan seperti garam, Na2CO3 dan MgSO4 berbentuk padatan dan kristal, NaCl berbentuk padatan, kristal dan menggumpal sedangkan naftalen berbentuk padatan, kristal kasar dan tidak menggumpal, urea berbentuk padatan dan menggumpal serta etanol dan aseton berupa cairan bening.
Dari hasil pengamatan, senyawa ion pada suhu kamar seluruhnya berwujud padat karena gaya tarik antar atom-atom senyawa sangat kuat berbeda dengan senyawa kovalen yang berwujud cair dan gas pada suhu kamar yang disebabkan gaya tarik antar molekul yang lemah akan tetapi tidak semua senyawa kovalen itu cair atau gas, ada juga bentuknya padat seperi urea dan naftalen.

3.4.2.3 Perbandingan Kelarutan
Pada pengamatan perbandingan kelarutan ini bertujuan mengamati kelarutan antara senyawa ion dan senyawa kovalen dalam air. Hasil pengamatannya yaitu pada senyawa ion, semua senyawanya larut dalam air dan termasuk dalam senyawa polar sedangkan pada senyawa kovalen hanya naftalen yang tidak larut dalam akuades atau pelarut polar dan termasuk dalam senyawa nonpolar.
Reaksi-reaksi senyawa yang larut dalam air digambarkan melalui reaksi berikut ini :
NaCl + H2O  NaOH + HCl
MgSO4 + 2 H2O  Mg(OH)2 + H2SO4
CH3COCH3 + H2O  CH3COOH + CH4
KI + H2O  KOH + HI

3.4.2.4 Kemudahan Terbakar
Senyawa kovalen yang diuji dalam percobaan yang dibakar dengan api dapat dengan mudah terbakar, diantaranya etanol, aseton dan naftalen kecuali pada urea dan dapat dilihat dari percobaan yang dilakukan bahwa tidak semua senyawa kovalen dapat terbakar, termasuk urea. Sedangkan pada senyawa ion tidak terjadi reaksi pembakaran atau tidak mudah terbakar yang telah kita uji pada senyawa MgSO4, KI dan NaCl. Hal in disebabkan ketika dibakar senyawa kovalen mudah untuk terurai dibandingkan senyawa ion dan termasuk senyawa organik. Senyawa organik memiliki kandungan karbon dan hidrogen yang jika dibakar dan direaksikan dengan oksigen akan menghasilkan karbon dioksida dan uap air. Adapun untuk urea karena titik lelehnya rendah, urea tidak mudah terbakar.

3.4.2.5 Uji Bau
Berdasarkan teori, senyawa kovalen umumnya baunya lebih kuat daripada senyawa ion dan pada percobaan didapatkan hasil bahwa senyawa-senyawa kovalen seperti urea, naftalen, etanol dan aseton memiliki bau yang tajam seperti bau yang pernah kita cium dalam kehidupan sehari-hari seperti naftalen memiliki bau yang menyerupai kapur barus karena naftalen merupakan bahan dasar pembuatan kapur barus sedangkan pada senyawa ion memiliki bau yang tidak tajam atau tidak terlalu tajam seperti NaCl dan KI bahkan ada yang tidak berbau seperti MgSO4. Karena pada senyawa kovalen, oksigen lebih mudah lepas dikarenakan titik lelehnya rendah daripada senyawa ion yang sukar melepaskan oksigen.

3.5 Penutup

3.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Jenis ikatan kimia yang mempengaruhi sifat fisika dan kimia, yaitu ikatan ion dan ikatan kovalen dan kedua jenis ikatan tersebut sangat berpengaruh berdasarkan kekuatan serta titik lelehnya.
2. Ikatan ion memiliki titik leleh yang tinggi dan berupa padatan sedangkan ikatan kovalen memiliki titik leleh lebih rendah dari ikatan ion berupa cairan dan gas pada umumnya dan hanya sebagian yang berupa padatan.
3. Berdasarkan kelarutannya dalam pelarut polar, semua senyawa ion mudah larut sedangkan pada senyawa kovalen hanya sebagian yang larut.
4. Ikatan kovalen lebih mudah terurai sehingga lebih mudah terbakar dibandingkan ikatan ion yang sukar terbakar dikarenakan sulit untuk diuraikan.
5. Ikatan kovalen memiliki bau yang lebih tajam daripada ikatan ion.

3.5.2 Saran
Dalam melakukan percobaan, sebaiknya praktikan memperhatikan jalannya percobaan yang maksudnya sampai saat kapan bahan yang diuji harus dihentikan percobaannya agar data yang diuji tidak kacau karena terlambatnya mengambil hasil data percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1, 2008. “Penerimaan_elektron_dan_model_atom_JJ_thomson”
http://belajarkimia.com/2008/08
diakses pada tanggal 25 oktober 2010
Anonim2, 2008. “Bab_4_ikatan_kimia_definisi_ikatan.html”
http://an-kimia.blogspot.com/2008/05
diakses pada tanggal 25 oktober 2010
Anonim3, 2008. “Atom 02_08”
http://chem-is-try.org/?sect=belajar kex
diakses pada tanggal 25 oktober 2010
Anonim4, 2008. “Perbedaan_senyawa_polar_dengan_non.html”
http://smartsains.blogspot.com/2008/04
diakses pada tanggal 25 oktober 2010\
Hart, 2000, “Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat”. Jakarta : Erlangga.
Respati, 1992. “Dasar-Dasar Ilmu Kimia”. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukardjo, 1997, “Kimia Fisika”. Jakarta : Rineka Cipta.

Selasa, 21 Desember 2010

PERCOBAAN 4 Kesetimbangan : Hasil Kali Kelarutan

4.1 Pendahuluan

4.1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1.Membuat larutan jenuh CaCO3
2.Menentukan kelarutan garam CaCO3
3.Menentukan hasil kali kelarutan garam CaCO3

4.1.2 Latar Belakang
Di era globalisasi ini, kita perlu mempelajari ilmu kimia, karena dalam kehidupan sehari-hari, sering kita temui semua yang berhubungan dengan kimia, dari makanan, minuman sampai ke peralatan-peralatan lainnya, untuk itu dilakukannya berbagai percobaan-percobaan,salah satunya kesetimbangan hasil kali kelarutan, itu juga termasuk di dalam ilmu kimia.
Hasil kali kelarutan sangat berpengaruh terhadap larutan atau tidaknya suatu larutan garam terhadap titik jenuhnya. Dengan kata lain, hasil kali kelarutan merupakan parameter kelarutan suatu garam.
Pentingnya percobaan ini untuk mengetahui ksp suatu garam sehingga mempermudah pembuatan larutan jenuh suatu garamkarena kelarutannya telah diketahui. Dalam dunia industry, kesetimbangan kimia banyak dipergunakan khususnya dalam pembuatan gas maupunproduk-produk industry lainnya. Proses Haber, merupakan proses pembuatan amoniak dari gas nitrogen dan hydrogen.Dalam dunia industry juga, proses kontak untuk memproduksi asam sulfat. Proses berlangsung dalam 2 tahap reaksi.tahap pertama, pembentukan gas belerang trioksida. Lalu tahap kedua dilanjutkan dengan melarutkan gas belerang trioksida .

4.2 Dasar Teori

Kesetimbangan kimia adalah kesetimbangan dinamis, karena dalam system terjadi perubahan zat pereaksi menjadi hasil reaksi, dan sebagai contoh :
AB +CD = AC + BD
Dalam kesetimbangan ini, terjadi reaksi AB dan CD menjadi AC dan BC dan pada saat yang sama, AC dan BD Bereaksi menjadi AB dan CD. Akibatnya keempat zat dalam system itu jumlahnya mendekati konstan. Sistem kesetimbangan dibagi menjadi dua kelompok yaitu system kesetimbangan homogeny dan system kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogeny merupakan kesetimbangan yang anggota sistemnya mempunyai kesamaan fase, sehingga system yang terbentuk itu hanya mempunyai satu fase. Kesetimbangan heterogen merupakan suatu kesetimbangan yang anggota sistemnya mempunyai lebih dari satu fase,sehingga system yang terbentuk pun mempunyai lebih dari satu macam fase.(Syukri, 1999 : 210)
Dalam kimia terhubung antara konstanta kesetimbangan dengan persamaan reaksi yang disebut Hukum Kesetimbangan. Konstanta kesetimbangan konsentrasi adalah hasil perkalian antara zat hasil reaksi di bagi dengan perkalian konsentrasi zat pereaksi dan masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya ( Syukri, 1999 : 210)
Kesetimbangan heterogen yang terdiri dari atas padatan dan cairan, misalnya padatan NB pelarutnya N2O. Maka dalam larutan terbentuk system kesetimbangan sebagai berikut :
NB+2nH2O=N+(nH2O)=B(nH2O)………………………………………..(4.1)
Tetapan kesetimbangan system diatas adalah :

Pada system kestimbangan yang terbentuk H2O merupakan pelarut sehingga jumlah besar sekali bila dibandingkan dengan H2O yang mengelilingi ion-ion yang ada. Dengan demikian [H2O]2n tersebut dapat dikatakan tetap, sehingga persamaan (2.2) dapat diubah menjadi:

Kepekatan [NB] padat dalam fase ini boleh dikatakan tetap karena [NB] padat berubah menjadi N+(nH2O) dan B=(nH2O) kecil sekali, dengan demikian :

Untuk membedakan arti tetapan kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan yang lain, maka tetapan kesetimbangan persamaan (2.4)disebut dengan tetapan Ksp. Besar Ksp menunjukkan adanya kesetimbangan antara larutan jenuh dengan padatan pada suhu tertentu dan harganya tertentu untuk setiap jenis senyawa. Jika hasil proses kesetimbangan heterogen ini ditelusuri dari awal, maka akan tampak proses sebagai berikut :
NB+2nH2O=N+(nH2O)+B-(nH2O)………………………………………..(4.5)
Dengan demikian pada awalnya padatan ionic tersebut akan hilang identitasnya dan pecah menjadi N+(nH2O)dan B-(nH2O). Jika NB padat terus menerus dimasukkan ke dalam larutan, pada suatu interaksi ion menjadi besra kembali membentuk padatan sebagai berikut :
N+(nH2O)+B-(nH2O)=NBb+ 2nH2O………………………………………(4.6)
Banyaknya garam yang dapat larut dalam sejumlah pelarut dusebut kelarutan.Jika volume larutab yang dipakai melarutkan dibuat dengan liter, maka kelarutan garam/senyawa tersebut dapat dinyatakan sebagai kepekaan garam/senyawa tersebut. Jadi yang disebut kelarutan ( s=solubility) suatu garam adalah banyaknya garam/senyawa dalam satuan garam yang dapat membuat jenuh larutan. Jika volume larutan liter, maka kelarutan tersebut mempunyai satuan molar ( Tim Dosen Teknik Kimia, 2009 : 37 – 38 )
Suatu larutan tak jenuh kalah pekat (lebih encer) daripada larutan jenuh. Dan suatu larutan lewat jenuh lebih pekat dibandingkan engan larutan jenuh. Suatu larutan jika tersisa zat terlarut yang belum larut, sisa itu disingkirkan. Larutan panas itu kemudian didinginkan dengan hati-hatiuntuk menghindari pengkristalan. Artinya larutan itu tidak boleh digetarkan atau diguncang ( Brady, 1999: 190 )
Sejauh ini larutan jenuh yang mengandung ion-ion berasal dari satu sumber padatan murni. Namun, bagaimana pengaruhnya pada keseimbangan larutan jenuh jika ion-ion dari sumber lain dimasukkan ke dalam larutan pertama. Menurut prinsip Le Chatelier, system pada keadaan kesetimbangan menanggapi peningkatan salah satu pereaksinya denga cara menggeser kesetimbangan ke arahdimana pereaksi disebut dikonsumsi (Petrucci, 1987 : 206 )
Untuk garam yang sdikit larutadalah suatu fakta eksperimen bahwa perkalian konsentrasi molekuler total ion-ion adalah konstan pada temperature konstan. Hasil kali ini disebut hasil kali kelarutan ( Vogel, 2002 : 253 )

4.3 Metodologi Percobaan

4.3.1 Alat dan Deskripsi Alat
Alat yang digunakan :
-Erlenmeyer 100 ml
-Bekker gelas 100 ml
-Pipet gondok 25 ml
-Pipet gondok 15 ml
-Pipet gondok10 ml
-Buret
-Corong
-Statif
-Propipet
-Botol semprot

4.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan :
-Larutan jenuh CaCO3
-Larutan baku HCL 0,001 M
-Larutan baku NaOH 0,001 M
-Indikator mtil merah

4.3.3 Prosedur percobaan
1. Diambil sebanyak 25 ml CaCO3 jenuh dengan pipet gondok, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 5 ml larutan HCL 0,001 M dengan pipet gondok.
2. Ditambahkan 10 ml larutan NaOH 0,001 M dan ditambahkan indicator metal merah tiga tetes.
3. Diambil larutan baku HCL 0,001 M, dimasukkan ke dalam buret.
4. Dititrasi larutan campuran hasil kerja (2) dengan larutan HCL baku dari buret.Titrasi dihentikan jika larutan telah berubah warna kuning menjadi warna jingga. Di catat volume HCL 0,001 M
5. Diulang langkah 1-4 dua kali lagi. Rata-ratakan volume HCL 0,001 M
6. Ksp CaCO3 di hitung lalu di bandingkan dengan harga Ksp teoritisnya

4.4 Hasil dan Pengamatan

4.4.1 Hasil Pengamatan

4.4.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah percobaan mengenai kesetimbangan: hasil kali kelarutan. Percobaan ini dilakukan untuk menjelaskan sifat kesetimbangan heterogen pada garam CaCO3 yaitu kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dalam percobaan ini di buat suatu larutan jenuh kalsium karbonat ( CaCO3 ). Kelarutan zat terlarut dapat diketahui dari konsentrasi larutan jenuhnya.
CaCO3 merupakan larutan jenuh yang akan tpat mengendap apabila di tambahkan lagi padatan CaCO3, padatan tersebut akan larut dan membentuk padatan kembali. Pada percobaan ini, dapat diketahui pada saat larutan jenuh CaCO3 tepat membentuk endapan.CaCO3 merupakan garam yang bersifat elektrolit, terdiri atas ion Ca2+ dan ion CO32-. Zat elektrolit mempunyai harga kesetimbangan yang sangat kuat. Untuk menyatakan jumlah ion yang berada pada system kesetimbangandalam larutan jenuh, digunakan istilah hasil kali kelarutan. Hasil kali kelarutan ini didapat dengan mengalikan konsentrasi ion-ion dan memangkatkan konsentrasinya dengan koefisien masing-masing ion.
Awal dari percobaan ini adalah pencampuran larutan jenuh CaCO3 dengan larutan baku HCL 0,001 M. Reaksi yang terjadi adalah :
CaCO3 + 2HCL = CaCL2 + H2O+ CO3
Pada reaksi tersebut larutan berwarna bening dan tersisa HCL karena tidak di ketahui banyaknya CA 2+ dalam larutan CaCO3. Selanjutnya setelah ditambahkan NaOH 0,001 M ke dalam larutan tersebut maka NaOH tersebut akan bereaksi dengan HCL yang berlebih reaksi ini menghasilkan NaCL dan H2O. Reaksi yang terjadi :
2 HCL + 2 NaOH = 2 NaCL + 2 H2O
Setelah ditambahkan NaOH 0,001 M, selanjutnya larutan ditambahkan 3 tetes indicator metal merah. Larutan menjadi berwarna kuning. Oleh karena metil merah memiliki trayek perubahan warna dari kuning ke jingga dengan jangkaun pH 4,2 – 6,3 maka dapat di ketahui bahwa larutan tersebut bersifat asam. Ini menandakan dalam larutan tersebut masih terdapat HCLsisa.
Proses selanjutnya yaitu larutan tersebut di titrasi sebanyak 3 kali dengan larutan baku HCL 0,001 M yang terdapat di dalam buret. Reaksinya :
NaOH + HCL = NaCL + H2O
Titrasi ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya volume HCL yang digunakan untuk bereaksi dengan NaOH sehingga dapat diketahui sisa NaOH yag ada di dalam larutan setelah bereaksi dengan HCL pada reaksi. Sebelumnya titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga dan di dapatkan volume titrasi pertama 8,5 ml, volume titrasi kedua 8,9 ml sehingga jika di rata-ratakan adalah 8,6 ml.
Dari data ersebut dapat di hitungnilai dari kelarutan CaCO3 yaitu 0,072x10-3m. maka di dapatnilai kspnya adalah 5,18x10-9M2. Dan Ksp teoritisnya sebesar 4,8x10-9M2.
Hasil Ksp dari percobaan dengan nilai ksp teoritis hampirsama, hanya terdapat sedikit perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa praktikum yang dilakukan sudah hamper mendekati benar. Perbedaan antara Ksp hasil percobaan dengan Ksp teoritis dimungkinkan karena kesalahan praktikan. Misalnya, dalam pengambilan larutandengan menggunakan pipet gondok mungkin saja larutan yang diambil tidak tepat besarnya. Sehingga mempengaruhi hasil titrasi yang kemudian akan berpengaruh pada hasil perhitungan kelarutan CaCO3. Jika kekurangan atau kelebihan dalam memipet larutan uji, maka larutan HCL yang digunakan untuk memperoleh keadaan setimbang pada titik akhir titrasi akan berbeda-beda besarnya sehingga dengan banyaknya zat yang akan direaksikan.
Selain itu suhu juga berpengaruh, suhu yang tidak sesuai dengan suhu ruangan 25oC, sulit untuk tetap pada suhu kamar. Kebersihan alat-alat juga sangat berpengaruh. Kemungkinan alat yang digunakan kurang bersih dan terkontaminasi dengan zat lain memungkinkan data yang diperoleh kurang akurat. Misal Ksp dari percobaan yang merupakan hasil kali ion-ion Ca2+ dan CO32- yang ada dalam larutan lebih kecil dari nilai ksp teoritis. Maka larutan ini termasuk larutan belum jenuh. Kemungkinan selanjutnya adalah larutan baku yang digunakan NaOH dan HCL, memiliki konsentrasi yang tidak tepat 0,001 M atau larutan tersebut telah terkontaminasi dengan zat-zat lain.
Dalam setipa praktikum tidak selalu mendapatkan hasil yang memuaskan, tepat, dan sempurna. Karena setiap proses metode ilmiah tidak bisa jika dilakukan hanya dalam satu kali percobaan saja, tetapi di perlukan pengulangan waktu lama dan ketelitian praktikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah suhu, pelarut, pengaruh ion-sama, pengaruh ion aneka ragam, pengaruh pH, pengaruh hidroksida, konsentrasi tekanan, dan pengaruh kompleks.

4.5 Penutup

4.5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1.Kesetimbangan kimia adalah suatu keadaan dimana suatu reaksi bolak-balik berlangsung terus-menerus tetapi tidak ada perubahan yang dapat di amati.
2.Kelarutan adalah kemampuan suatu zat kimia tertentuberupa zat terlarut untuk larut dalam suatu pelarut.
3.Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang di perlukan untuk adanya kesetimbangan.
4.Larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih dari jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan.
5.Hasil kali kelarutan adalah hasil perkalian kation dengan anion dari larutan jenuh suatu elektrolit yang sukar larut menurut kesetimbangan heterogen.
6.Harga Ksp CaCO3 pada percobaan adalah 5,8x10-9M2 dan harga Ksp teoritisnya adalah 4,8x10-9M2.
7.Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kali kelarutan zat adalah temperature, sifat dasar zat, dan hadirnya ion-ion dalam zat

4.5.2 Saran
Dalam Praktikum kali ini swbaiknya praktikan dapat menggunakan alat-alat dan bahan dengan benar dan praktikan hendaknya hrus sangat teliti khususnya dalam proses titrasi.

DAFTAR PUSTAKA


Basset, J,dkk.1994.Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Brady, James E.1999.Kimia Universitas Asas dan Struktur.Jakarta:Bina Rupa Aksara.Jakarta:Erlangga

Petrucci, R.H.1987.Kimia Dasar Jilid 2.Jakarta:Erlangga

Syukri, S.1999.Kimia Dasar 2.Bandung:ITB

Tim Dosen Teknik Kimia 2009.Penuntun Praktikum Kimia Dasar.Banjarbaru:Universitas Lambung Mangkurat

Vogel.1989.Analisa kuantitatif Kedokteran.Jakarta:EGC

PERCOBAAN 5 KIMIA KOLOID : SIFAT FISIKOKIMIA KOLOID LAHAN GAMBUT

ABSTRAK
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan mempelajari sifat-sifa fisika dan kimia dari koloid dan sistem koloid lahan gambut. Karena kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid, semua cabang ilmu kimia berkepentingan dengan kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat koloidal. Banyak reaksi kimia yang kompleks yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara kimia koloid.
Larutan yang digunakan larutan koloid buatan (air + tanah) dan larutan koloid air gambut. Kedua larutan ini sebagai larutan induk. Larutan induk kemudian disinari dengan senter baterai, amati cahaya yang dihasilkan. Mengukur pH-nya dan diturunkan sebanyak 2 satuan. 100ml larutan ditambahkan tawas, diamkan selama 20 menit, dan 100ml datambahkan 15ml kanji, kemudian langkah terakhir larutan di sentrifuge pada 2000rpm selama 15 menit.
Percobaan pertama menggunakan larutan koloid buatan hasil yang didapat pada penyinaran pertama cahaya diserap sebagian, pH setelah diturunkan dua satuan sebesar 3,25 , setelah ditambahkan dengan tawas di dalam koloid terdapat endapan dan larutan lebih jernih, kemudian penyinaran kedua setelah larutan ditambah dengan kanji cahaya yang dihasilkan diserap secara sempurana, ketika dilakukan sentrifuge didalam koloid terdapat endapan. Percobaan kedua menggunakan larutan koloid alami yaitu air gambut yang keruh pada percobaan ini hasil yang didapatkan setelah dilakukan penyinaran pada larutan induk cahaya diserap sebagian, pH yang didapatkan setelah diturunkan sebanyak dua satuan sebesar 4,00 , larutan tidak terdapat endapan ketika ditambahkan dengan tawas, cahaya diserap sebagian setelah 15ml kanji dicampurkan dalam larutan dan ketika di sentrifuge didalam larutan terdapat endapan.

5. 1 Pendahuluan

5. 1. 1. Tujuan Pendahuluan
Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari sifat-sifa fisika dan kimia dari koloid dan sistem koloid lahan gambut.

5. 1. 2. Latar Belakang
Dalam percobaan ini praktikan diharapkan mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia dari koloid dan sistem koloid lahan gambut. Karena kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid, semua cabang ilmu kimia berkepentingan dengan kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat koloidal. Banyak reaksi kimia yang kompleks yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara kimia koloid. Dalam industri, ilmu koloid penting dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas, dan film foto, lem, tinta, semen, karet, kulit, bumbu selada, mentega, keju, dan sebagainya.
Ada dua macam pengamatan dalam percobaan ini, yaitu dengan koloid arfisial (buatan) dan koloi natural (alami). Prosedur kedua pengamatan masing-masing sama, yang beda hanyalah bahan yang digunakan. Pada koloid arfisial, bahan yang digunakan adalah serbuk lahan gambut yang kemudian dilarutkan, sedangkan pada koloid natural, bahan yang digunakan adalah air gambut. Lalu keduanya di ukur pH-nya dan diturunkan sampai dua satuan hingga menjadi asam. Pengamatan dilakukan dengan menyinari larutan induk (tanah dan air gambut) dengan senter dan mengamati perbedaan yang terjadi. Larutan induk ditambahkan dengan tawas dan kanji 5%.
Campuran dari air dan serbuk tanah gambut, atau air gambut akan membentuk suatu disperse, yaitu penyebaran merata dua fase. Kudua fase tersebut terdiri atas fase zat yang didespersikan dan fase pendispersi. Fase zat yang didespersikan dikenal juga dengan istilah fase terdispersi atau fase dalam. Adapun fase pendispersi dikenal dengan istilah medium pendispersi atau fase luar. Pada umumnya, fase terdispersi memiliki jumlah molekul yang lebih kecil dibandingkan fase pendispersi.

5. 2. Dasar Teori
Mikroskop yang tegak lurus terhadap cahaya masuk, akan terlihat pembauran cahaya (titik-titik terang dengan latar belakang gelap). Pmbauran cahaya ini ternyata disebabkan oleh terpantulnya cahaya oleh partikel-partikel yang tersuspensi dalam larutan (G.Svehla,1985:91).
Keadaan koloid bahan ditandai oleh ukran-ukuran partikelnya uang terletak dalam daerah tertentu, yang mengakibatkan sifat-sifat khas tertentu dapat terlihat. Sifat-sifat koloid umumnya diperlihatkan oleh zat-zat yang ukuran-ukuran partikelnya terletak dalam batas antara 0,2 dan 5nm (2x10-7 dan 5x10-9m). Kertas saring biasa akan menahan partikel-partikel sampai diameter 10-20 (1-2 x 10-5m), sehingga larutan koloid sama seperti larutan sejati, akan lolos melalui kertas saring biasa (ukuran ion adalah pada tingkat (ordera) 0,1nm= 10-10m). Batas penglihatan dibawah mikroskop adalah sekitar (5-10x10-9). Karena itu larutan koloid bukanlah larutan sejati.Penelitian yang lebih seksama menunjukkan bahwa larutan ini tidak homogen, tetapi terdiri dari suspensi partikel-partikel padat atau cairan dalam suatu cairan. Campuran semacam ini dikenal sebagai sistem dispersi, cairannya (biasanya air dalam analisis kualitatif) disebut medium dispersi dan koloidnya disebut fase dispersi (G.Svehla, 1985:92).
Keadaan koloid bukanlah suatu ciri dari zat tertentu apapun, praktis semua zat, apakah dalam keadaan normal terbentuk gas, cairan ataupun zat padat, apat dijadikan koloid. Ada tiga bentuk yang diidealkan (dari) materi koloid, yaitu laminar, fibrilar, dan korpuskular. Untuk materi dalam bentuk butiran, diameter menunjukkan ukuran partikel. Untuk partikel laminar (lembaran) dan fibrilar (serat), panjang, lebar, dan serat, dan tebal semuanya diperlukan untuk menyatakan ukuran partikel tetapi hanya satu dimensi-dimensi ini diperlukan berada dalm jangka koloid agar bahan itu dikelompokkan sebagai koloid. Misalnya, sabun dalam suatu gelembung sabn dikelompokkan sebagai koloid karena tebal lapisan sabunnya hanya beberapa moekul (Keenan,1984:456).
Untuk memudahkan pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase tedispersi berupa padatan dan fase pendispersi yang umum, yaitu air. Ukuran partikel terdisprsi dalam koloid lebih besar dari pada ukuran partikel didalam larutan, tetapi lebih kecil daripada ukuran partikel zat yang terdispersi didlam suspensi. Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7 cm sampai dengan 10-5 cm (1nm-100nm) (Sutresna,2007:293).
Koloid seperti pada larutan kopi dan pada perairan rawa/gambut, bila dibiarkan dalam waktu yang lama, tidak akan terjadi proses pemisahan ataupun pengendapan. Bahkan dengan proses penyaringan/filtrasi, terkecuali engan proses membran kolid sukar berdifusi krena ukurannya yang relatif besar. Larutan koloid biasanya keruh dan menyerakkan/memendarkan sinar yng mengenai larutan tersebut. Partikel-partikel koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar bila dibandingkan dengan larutan kasar dengan massa yang sama. Atas dasar ini koloid mempunyai daya adsorbsi yang besar. Partikel-partikel koloid mempunyai muatan listrik akibat penyerapan ion-ion dalam larutan. Muatan ini dapat positif atau negatif. (Tim Dosen Teknik Kimia,2009:47).
Larutan makromolekul, berupa larutan dari zat-zat dengan bentuk molekul yang besar hingga mempunyai ukuran koloid. Misalnya protein, hemoglobin, polivinil alkohol, polimer-polimer dalam pelarut organik atau larutan karet. Asosiasi koloid, terdiri atas larutan zat-zat yang larut dengan berat molekul yang rendah tetapi membentuk agregat-agregat. Misalnya larutan sabun(Tim Dosen Teknik Kimia,2009:47-48).
Sifat-sifat yang imiliki sistem koloid aalah sebagai berikut:
1.Efek Tyndal
Jika cahaya dilewatkan kedalam sistem koloid, cahaya yang melewati sistem koloid tersebut lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini disebabkan oleh terjadinya efek Tyndal. Efek Tyndal adalah efek penghamburan cahaya oleh partikl koloid. Partikel koloid akan menghamburkan dan memantulkan cahaya yang mengenainya sehingga cahaya terlihat lebih terang. Jika kemudin cahaya ini ditangkap layar, cahaya pada layar tersebut tampak buram(Sutresna,2007:299-307).
2. Gerak Brown
Gerak brown adalah gerak tidak beraturan, gerak acak, atau gerak zig-zag partikel koloid. Gerak brown terjadi karena benturan tidak teraturan partikel koloid dan medium pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar dengan arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendegk(Sutresna,2007:299-307).
3. Adsorbsi
Partikel koloid mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Jika partikel koloid menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut menempel pada permukaannya, partikel koloid tersebut menjadi bermuatan. Penyerapn yang terjadi hanya dipermukaan saja disebut adsorbsi atau penyerapan, sedangkan penyerapan yang terjadi diseluruh permukaan disebut absorbsi(Sutresna,2007:299-307)
4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena elektroforesis(sutresna,2007:299-307).
5. Koloid liofil dan koloid liofob
Pada sol yang bersifat liofil, zat terdispersi dapat menarik atau mengikat medium pendispersi. Pada sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersinya (air). Pada koloid liofil, pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik menarik (berupa elektrostatik) pada setiap ujung gugus molekul terispersi. Pada koloid liofob, jumlah medium pendispersi harus tertentu (terbatas)(Sutresna,2007:299-307).
6. Koloid pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem koloid lainnya agar diperoleh kolid yang stabil(Sutresna,2007:299-307).
7. Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan partikel kolid dari ion-ion yang teradsorbsi sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-ion yang tidak diinginkan(Sutresna,2007:299-307).
8. Sitem Koloid Dalam Pengolahan Air
Air sungai merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di dalam air. Pengolahan air sungai menjadi air bersih dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan penggumpalan pengotor (koagulasi), penyaringan pengotor, penyerapan bau dan zat kimia (adsorbsi), dan pembasmian kuman (disinfektan) (Sutresna,2007:299-307).
Cara menstabilkan koloid adalah sebagai berikut:
1.Menambahkan ion
Pada umumnya koloid padat (sol) dapat menyerap ion sehingga akan bermuatan listrik. Partikel yang bermuatan akan tolak-menolak sesamanya. Akibatnya, koloid akan stabil dan tidak akan terkoagulasi.
2.Dialisis
Koloid yang bermuatan akan stabil karena tolak-menolak antara partikel. Koloid jenis ini akan terkoagulasi jika didalam sistem terdapat ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid, karena partikel koloid menjadi netral. Koagulasi ini dapat dicegah dengan mengeluarkan io tesebut secara dialisis.
3.Menambahkan Emulgator
Koloid dalam bentuk emulsi (tetesan cairan dalam medium cairan lain) dapat distabilkan dengan macam-macam bahkan zat lain yang disebut emulgator(Syukri.S,1999:462-463).
5. 3. Metodologi Percobaan

5. 3. 1. Alat
Alat-alat yang digumakan dalam percobaan ini antara lain:
-Gelas beker 500ml
-Gelas beker 100ml
-Senter bateri
-Pengaduk
-Pipet tetes
-Tabung reaksi
-Mesi sentrifuge
-Sudip
-Indikator pH

5. 3. 2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain:
-Serbuk tanah/debu
-Tawas 5gr
-Air gambut
-Air rawa yang keruh
-HCl pekat 6M
-15ml kanji 5%
2
5. 3. 3. Prosedur Percobaan

5. 3. 3. 1. Koloid buatan

1.Di buat larutan koloid dengan cara: diambil 18,8gr serbuk tanah/debu, kemudian di tambahkan 500ml air, di aduk hingga membntuk larutan.
2. Dipisahkan antara koloid dan endapan dengan cara didenkantir, lalu dimasukkan kedalam beker gelas 500ml. Laruan ini sebagai larutan induk.
3. Diambil larutan (2) 200ml, dimasukkan kedalam beker gelas 200ml.
4. Dilakukan penyinaran pada larutan tersebut dengan senter baterai. Diamati jalannya sinar, apakah sinarnya di teruskan, di serap sebagian, atau diserap semuanya.
5. Di ukur pH larutan (3), diturunkan pH-nya sebanyak 2 satuan, dengan cara menambahkan HCl pekat tetes demi tetes. Diamati perubahan apa yang terjadi.
6. Diambil larutan induk, di masukkan kedalam beker gelas 100ml. Lalu di tambahkan 5gr tawas lalu aduk merata. Di biarkan selama 20 menit. Diamati perubahan yang terjadi.
7. Di ulangi langkah (4). Tetapi ditambahkan 15ml kanji.
8. Diambil tabung sentrifuge, isi masing-masing dengan larutan koloid hingga setengahnya. Dilakukan sentrifuge pada 2000rpm selama 15 menit. Di amati perubahan yang terjadi.

5. 3. 3. 2. Koloid alami
1. Diamati 500ml air gambut/air rawa yang berwara keruh. Larutan ini sebagai larutan induk.
2. Dilakukan hal yang sma pada larutan ini, seperti pada bagian langkah 2-8.

5. 4. Hasil Pengamatan

5. 4. 1. Hasil
T
1.Tanah di timbang dan dicapur dengan air(M tanah: 18,8 gr Vair:500ml)
2.Larutan disinari dengan senter baterai (Cahaya diserap sebagian).
3.pH di ukur dan diturunkan sebanyak dua satuan dengan ditambah HCl.(pH1 : 5,13 pH2 : 3,25)
4.Larutan induk ditambahkan dengan 5gram tawas, didiamkan 20menit.(terdapat endapan dan lebih jernih.)
5.Larutan ditambahkan dengan 15ml kanji dan disinari dengan senter baterai(Di serap sempurana).
6.Larutan koloid di sentrifugedengan kecepatan 200rpm selama 15menit(terbentuk endapan)

5. 4. 2. Pembahasan

5. 4. 2. 1. Koloid Buatan
Koloid buatan adalah koloid yang dibuat dari serbuk tanah yang dicampur air gambut dan diaduk hingga terjadi endapan. Kemudian air dipisahkan dengan cara didekantir. Selanjutnya dilakukan penyinaran dengan senter baterai dan ternyata cahaya diserap sebagian sesuai dengan efek Tyndall, hal tersebut terjadi karena partikel kolid bisa memantulkan dan menghamburkan cahaya.
Koloid buatan ini kemudian diukur pH-nya dan memiliki pH=5,13, untuk menurunkan derajat keasamaannya 2 satuan yaitu menjadi 3,25 digunakan satu tetes Asam Klorid (HCl) pekat. Penurunana pH dilakukan karena koloid untuk menurunnkannya di tambah satu tetes HCl, yang dapat menyerap (mengadsorbsi) ion H+ pada saat penurunaan pH. Ion-ion H+ dari Asam Klorida (HCl) dilepaskan sehingga larutan yang diukur bertambah keasamannya. Hal ini sesuai dengan sifat koloid mengadsorbsi yang terjadi karena ion H+ teradsorbsi dari larutan koloid hingga pH-nya menjadi 3,25.
Pada larutan induk ditambahkan 5gr tawas, larutan menjadi bersih atau jernih dan terdapat endapan. Penambahan tawas berfungsi sebagai koagulan untuk menggumpalkan partikel koloid sehingga terjadi koagulasi dan larutanpun menjadi jernih.
Selanjutnya ditambah dengan kanji 5% sebanyak 15ml, dan larutan jadi mengental dan sedikit jernih. Hal ini terjadi karena kanji dapat mengikat partikel koloid permukaan strukturnya sehingga endapan bertambah. Pada saat dilakukan penyinaran, sinar diserap seluruhnya.
Kemudian dilakukan sentrifuge pada dua larutan diatas hasilnya adlah larutan menjadi jernih dan berendapan. Hal ini dikarenakan pada saat sentrifuge partikel koloid dipusingkan dengan gerak memutar dan pada saat proses dihentikan, partikel koloid tersebut jatuh kebawah karena gaya berat.

5. 4. 2. 2. Koloid Alami
Koloid yang digunakan pada percobaan ini adalah air gambut yang keruh pada saat disinari senter baterai diserap sebagian. Hal ini terjadi karena koloid kecil dan pelarutnya lebih sempurna dibandingkan koloid buatan.
Pada saat pengukuran pH diketahui pH awal 6,07 akan dilakukan penurunana pH dengan Asam Klorida (HCl) pekat yang menyebabkan pH-nya turun 2 satuan sehingga menjadi 4,00. Hal ini disebabkan proses adsorbsi ion H+ yang berasal dari Asam Klorida (HCl) pekat yang menjadikan pH larutan lebih asam.
Tawas dan kanji yag ditambahkan pada koloid alami yang berasal dari air gambut menjadi lebih jernih. Karena tawas sebagai koagulan yang menyebabakan koagulasi. Kanji dpat mengikat partikel koloid sehingga larutan menjadi jernih dan koloid lalu mengendap. Dan setelah disenteri cahaya diserap sebagian.
Saat dilakukan sentrifuge, partikel koloid dipusingkan dengan gerakan memutar dan padasaat proses dihentikan, partikel koloid akan jatuh kebawah karena gaya berat dan menjadi endapan. Baik pada larutan yang ditamgah tawas atau kanji, keduanya menjadi lebih jernih dan terdapat endapan.
Untuk perbandingan antara koloi buatan dan koloid alami dapat dibedakan yaitu pada koloid buatan adalah saat penyinaran aal sinar diserap sebagian tapi tidak sempurna karena koloid buatan merupakan campuran air dan tanah, berbeda dengan koloid alami yang pelarutnya lebih sempurna dibandingkan koloid buatan.

5. 5. Penutup

5. 5. 1. Keseimpulan
Kesimpulan yang didapat dari kesimpulan ini adalah sebagai berikut:
1.Keaadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi.
2.Sifat-sifat dari koloid adalah efek Tyndall, gerak brown, adsorbsi, koagulasi, koloid liofil, dan koloid liofob, koloid pelindung, dialisis, dan absorbsi.
3.Percobaan penyinaran dilakukan untuk mengetahui adanya efek Tyndall (penghamburan cahaya)
4.Penambahan HCl 6M untuk membuat larutan induk menjadi asam.
5.Penambahan tawas dilakukan untuk membuat larutan menjadi jernih.
6.Penambahan kanji 5% menunjukkan cahaya pada larutan induk diserap keseluruhan.
7.Sentrifuge membuat larutan menjadi bening dan terbentuk endapan dan dapat menyingkirkan warna dan bau serta partikel-partikel pengotor pada larutan induk.
8.Penstabilan koloid dilakukan dengan cara menambahkan ion, dialisis, dan menambahkan emulgator.

5. 5. 2. Saran
Dalam percobaan praktikan diharapkan lebih teliti dalm mengambil hasil. Praktikan harus memahami prosedur-prosedur kerja dalam praktikum sehingga percobaan lebih efektif dan efesien serta hasil yang didapat akan memuaskan dan sesuai dengan teori.


DAFTAR PUSTAKA
Keenan, 1984.”Kimia Untuk Universitas Jilid I”. Erlangga: Jakarta.
Rahman, Taufiqur dkk, 2001. “Penuntun Praktikum Kimia Dasar II, Program Studi Kimia”. FMIPA Uiversitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.
Suresna, Nana, 2007. “Cerdas Belajar Kimia Untuk Kelas XI SMA/MA Program IPA”. Grafindo Media Pratama : Jakarta.
Syukri,S, 1999. “Kimia Dasar Jilid II”. ITB : Badung.
Tim Dosen Teknik Kimia, 2009. “Penuntun Praktikum Kimia Dasar”. Universita Lambung Mangkurat : Banjarbaru.








A

Makalah Menulis Paragraf

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menulis sebuah karangan atau cerita tentunya selalu dijumpai susunan dari banyak kata yang membentuk kalimat. Kalimat-kalimat tersebut harus dihubungkan lagi sehingga terbentuk sebuah paragraf. Menyusun paragraf berarti menyampaikan suatu gagasan atau pendapat tertentu yang harus disertai alasan ataupun bukti tertentu.
Menyusun suatu paragraf yang baik harus memperhatikan beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah ide pokok yang akan dikemukakan harus jelas, semua kalimat yang mendukung paragraf itu secara bersama-sama mendukung satu ide, terdapat kekompakan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain yang membentuk alinea, dan kalimat harus tersusun secara efektif (kalimat disusun dengan menggunakan kalimat efektif sesuai ide bisa disampaikan dengan tepat).
Oleh karena itu, untuk lebih memahami bagaimana menyusun sebuah paragraf yang benar dan mengetahui berbagai macam jenis paragraf, maka makalah ini disusun agar bisa menambah pengetahuan para pembaca tentang penggunaan paragraf yang baik.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memberikan beberapa pemikiran tentang
Menulis Paragraf dalam Bahasa Indonesia, diantaranya :
1. Mendeskripsikan tentang Paragraf.
2. Menjelaskan syarat-syarat terbentuknya Paragraf.
3. Menjelaskan mengenai pembagian Paragraf.
4. Menjelaskan struktur dari sebah Paragraf.
5. Menjelaskan pengembangan dari Paragraf.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa definisi dari paragraf ?
2. Apa saja syarat terbentuknya sebuah paragraf yang baik ?
3. Apa saja jenis paragraf ?
4. Apa saja struktur paragraf ?
5. Bagaimana pengembangan paragraf ?

D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dengan bebepara metode, yaitu:
1. Kepustakaan
2. Browsing

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Paragraf
Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagsan atau topik tersebut. Sebuah paragraf mungkin terdiri atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah kalimat, mungkin juga lebih dari dua buah kalimat. Bahkan, sering kita temukan bahwa suatu paragraf berisi lebih dari lima buah kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satu pun dari kalimat-kalimat itu yang memperkatakan soal lain. Seluruhnya memperbincangkan satu masalah atau sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu.

B.Syarat-syarat paragraf
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.

a)Kesatuan Paragraf
Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat yang menyimpang dari ide pokok paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf.

b)Kepaduan Paragraf
Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan ( kata-kata ) pengait antarkalimat. Urutan yang logis akan terlihat dalam susunan kalimat-kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang dibicaran.

C.Pembagian Paragraf
•Menurut Jenisnya
Dalam sebuah karangan ( komposisi ) biasanya terdapat tiga macam perangkat jika dilihat dari segi jenisnya.
1. Paragraf Pembuka
Paragraf ini merupakan atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraannya yang akan menyusul kemudian. Oleh sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menarik perhatian ini ialah dengan mengutip pernyataan yang memberikan rangsangan pada para orang terkemuka atau orang yang terkenal.

2. Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang ialah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf yang terakhir sekali di dalam bab atau anak bab itu. Paragraf ini megembangkan pokok pembicaraan yang di rancang. Dengan kata lain, paragraf pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf dan paragraf lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragrat itu dapat dikembangkan dengan cara ekspositoris, dengan cara deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentatif yang akan dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.

3. Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir karangan atau pada akhir suatu kesatuan yang lebih kecil di dalam karangan itu. Biasanya, paragraf penutup berupa simpulan semua pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya.

•Menurut Letak Kalimat Utamanya
1.Paragraf deduktif
Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.
Contoh 1
Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya membuka usaha baru.

Contoh 2
Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Oleh sebab itu, Indonesia kaya akan hasil laut, antara lain ikan dan mutiara. Selain itu, Indonesia juga kaya akan objek wisata maritim.

2.Paragraf Induktif

Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topic
Contoh 1
Sepanjang hari hujan turun dengan lebatnya. Air sungai mulai meluap. Di mana-mana terjadi banjir bahkan banyak pohon yang roboh dan tumbang. Rupanya musim hujan sudah mulai tiba.

•Menurut Teknik Pemaparannya
Paragraf menurut teknik pemaparannya dapat dibagi dalam 4 macam, yaitu:
1.Paragraf Deskriptif
Paragraf Deskriftif disebut juga paragraf melukiskan. Paragraf ini melukiskan apa yang terlihat didepan mata. Dengan kata lain, deskriptif berurusan dengan hal-hal kecil yang tertangkap dengan pancaindera.
Contoh :
Pasar Tanah Abang adalah sebuah pasar yang sempurna. Semua barang ada disana. Di toko yang paling depan berderet toko sepatu dalam dan luar negeri. Di lantai dasar terdapat toko kain yang lengkap dan berderet-deret. Disamping kanan pasar terdapat warung-warung kecil penjual sayur dan bahan dapur. Di samping kiri ada pula ber jenis-jenis buah-buahan. Pada bagian belakang kita dapat menemukan berpuluh-puluh pedagang daging. Belum lagi kita harus melihat lantai satu, dua dan tiga.

2.Paragraf Ekspositoris
Paragraf ekspositoris disebut juga paragraf paparan. Paragraf ini menampilkan suatu objek. Peninjauannya tertuju pada satu unsur saja. Penyampaiannya dapat menggunakan perkembangan analisis kronologis atau keruangan.
Contoh :
Pasar Tanah Abang adalah pasar yang kompleks. Di lantai dasar terdapat sembilan puluh kios penjual kain dasar. Setiap hari rata-rata terjual 300 meter untuk setiap kios. Dari data ini dapat diperkirakan berapa besarnya uang yang masuk ke kas DKI dari pasar tersebut.

3.Paragraf Argumentatif
Paragraf argumentatif sebenarnya dapat dimasukkan ke dalam paragraf ekspositoris. Paragraf argumentatif disebut juga paragraf persuasif. Paragraf ini besifat membujuk atau meyakinkan pembaca terhadap suat hal atau objek. Biasanya, paragraf ini menggunakan perkembangan analisis.
Contoh:
Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-737 milik maskapai penerbangan Aloha Airlines celaka, isu pesawat tua mencuat ke permukaan. Ini bisa dimaklumi sebab pesawat yang badannya koyak sepanjang 4 meter itu sudah dioperasikan lebih dari 19 tahun. Oleh karena itu, adalah ckup beralasan jika orang menjadi cemas terbang dengan pesawat berusia tua. Di Indonesia yang mengagetkan, lebih dari 60% pesawat yang beropesasi adalah pesawat tua. Amankah? Kalau memang aman lalu bagaimana cara merawatnya dan berapa biayanya sehingga ia tetap nyaman di naiki.

4.Paragraf Naratif
Paragraf naratif biasanya dihubung-hubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu sebuah karangan narasi atau paragraf narasi hanya kita temukan dalam novel, cerpen, atau hikayat.
Contoh:
Malam itu ayah kelihatan benar-benar marah. Aku sama sekali dilarang berteman dengan Syairul. Bahkan ayah mengatakan bahwa aku akan diantar dan di jemput ke sekolah. Itu semua gara-gara Slamet yang telah memperkenalkan aku dengan Siti.
(Sikumbang, 1981:1-42 dan Parera, 1983:3-24)

D. Struktur Paragraf
Struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Dengan kata lain, apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari sebuah kalimat topik, paragraf itu tidak termasuk paragraf yang baik. Kalimat-kalimat di dalam paragraf itu harus saling mendukung, saling menunjang, kait-berkait satu dengan yang lainnya.
Kalimat topik adalah kalimat yang berisi topik yang dibicarakan pengarang. Pengarang meletakkan inti maksud pembicaraannya pada kalimat topik.
Kerena topik paragraf adalah pikiran utama dalam sebuah paragraf, kalimat topik merupakan kalimat utama dalam paragraf itu. Karena setiap paragraf hanya mempunyai sebuah topik, paragraf itu tentu hanya mempunyai satu kalimat utama.
Kalimat utama bersifat umum. Ukuran keumuman sebuah kalimat terbatas pada paragraf itu saja. Adakalanya sebuah kalimat yang kita anggap umum akan berubah menjadi kalimat yang khusus apabaila paragraf itu diperluas.

E. Pengembangan paragraf
Mengarang itu adalah usaha mengembangkan beberapa kalimat topik. Dengan demikian, dalam karangan itu kita harus mengembangkan beberapa paragraf demi paragraf. Oleh karena itu, kita harus hemat menempatkan kalimat topik. Satu paragraf hanya mengandung sebuah kalimat topik.
Contoh di bawah ini memperlihatkan perbedaan paragraf yang tidak hemat dan paragraf yang hemat akan kalimat topik. Paragraf yang hemat ini mengandung tiga buah kalimat topik.
Penggemar seruling buatan Frederick Morgan bersedia menunggu lima belas tahun asal memperoleh sebuah seruling buatan Morgan. Pertengahan bulan Juli Morgan Menghentikan pemesanan seruling karena terlalu banyak pihak yang memesan seruling buatannya. Memang dewasa ini Morgan tergolong ahli pembuat instrumen tiup kelas dunia.
Perhatikan paragraf berikut yang merupakan hasil pengembangan kalimat-kalimat diatas.
Penggemar seruling buatan Frederick Morgan bersedia menunggu lima belas tahun asal memperoleh sebuah seruling buatan Morgan. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh beberapa penggemar seruling Eropa. Hal ini terjadi setelah Morgan mengungumkan bahwa pemesanan serulingnya ditutup.
Pada pertengahan bulan Juli Morgan menghentikan pemesanan seruling karena terlau banyak yang memesan seruling buatannya. Jika seruling dibuat terus-menerus, Morgan harus bekerja selama 14 tahun guna memenuhu pesanan tersebut. Seruling buatan Morgan sangat berperan pada musik di dunia Eropa sejak tahun 1950
Dewasa ini Morgan tergolong ahli pembuat instrumen tiup kelas dunia. Beberapa ahli lainnya adalah Hans Caolsma ( Utrech ), Mortin Skovroneck ( Bremen ), Fredrick van Huene ( Amerika Serikat ), Klaus Scheele ( Jerman ), serta Shigchoru Yamaoka dan Kuito Kinoshito ( Jepang ).
Kalau kita amati, ternyata paragraf0paragraf yang terakhir lebih “berbicara“ dari pada paragraf sebelumnya, yang mengandung tiga buah kalimat topik. Paragraf terakhir hemat akan kalimat topik, tetapi kreatif dengan kalimat-kalimat penjelas.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah :
1.Yang dimaksud dengan paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagsan atau topik tersebut.
2.Agar terbentuk suatu paragraf yang baik maka harus memenuhi dua syarat dan syarat itu adalah kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.
3.Paragraf terbagi menjad beberpa macam yaitu
a.paragraf menurut jenisnya yang terdiri dari paragraf pembuka, paragraf pengembang, dan paragraf penutup.
b.Pragraf menurut letak kalimatnya terdiri dari paragraf deduktif dan paragraf induktif.
c.Paragraf menurut teknik pemaparannya terdiri dari paragraf deskriptif, paragraf ekspositoris,paragraf argumentatif, dan paragraf naratif.
4.Struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Kalimat-kalimat di dalam paragraf itu harus saling mendukung, saling menunjang, kait-berkait satu dengan yang lainnya.

3.2 Saran
Hendaknya kita dalam mengikuti kegiatan pembelajaran menulis paragraf, kita dapat megekspresikan gagasan dalam bentuk paragraf dengan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan.

Sabtu, 11 Desember 2010

Makalah Bahasa Indonesia : Ragam Bahasa Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sebagai warga negara Indonesia, kita diharapkan dapat menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar. Namun, dalam tuturan Bahasa Indonesia ada sejumlah fonem yang dilafalkan tidak sesuai dengan lafal yang tepat, sehingga lafal tersebut menjadi tidak baku. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya faktor lafal bahasa daerah asal, latar belakang pendidikan, atau lingkungan sosial.
Pada kenyataanya, Bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian, yaitu varian menurut pemakai yang disebut dengan dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut dengan ragam bahasa.
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam ragam penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah perubahan itu tidak selalu tak terelakkan karena kita pun dapat mengubah bahasa secara berencana. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut “bahasa Indonesia” karena masing-masing berbagi teras atau inti sari bersama yang umum. Ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya kita masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun disamping itu kita dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesianya.
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Pernahkah kita menyadari penggunaan ragam bahasa yang kita gunakan ?
Bahasa Indonesia di zaman sekarang ini sudah banyak divariasikan dalam pengucapan berbicaranya. Dalam penyampaianpun kata-katanya sudah tidak baku lagi. Hal ini disebabkan karena era globaliasi yang berkembang pesat di Indonesia. Karena pengaruh-pengaruh budaya luar masuk ke Indonesia termasuk cara gaya berbicaranya. Oleh karena itu, sekarang ini bahasa Indonesia yang baku sudah jarang dipakai lagi karena dampak globalisasi itu. Orang-orang berbicara dengan kata-kata yang baku hanya dipakai di kalangan lingkungan sekolah, atau jika sedang berlangsungnya rapat. Kejadian ini sungguh sangat ironi sekali karena seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia membanggakan bahasa kita sendiri, tapi malah kita yang tidak berbicara dengan berbahasa Indonesia.

1.2  Masalah
Di Indonesia terdapat banyak ragam bahasa, misalnya ragam Bahasa Indonesia resmi, ragam Bahasa Indonesia lokal, ragam Bahasa Indonesia dialek Jakarta, ragam Bahasa Indonesia dialek Banjar, dan sebagainya. Bila seorang Jawa berbicara kepada orang Banjar dengan bahasa Indonesia. Meskipun dialek mereka berbeda, terdengar dari orang Jawa yang berbicara dengan penekanan pada akhir kata dan orang Banjar yang kurang jelas dalam pengucapan huruf /r/. Tetapi mereka masih memahami apa yang dibicarakan lawannya. Berbeda jika mereka masing-masing menggunakan bahasa daerah. Hampir pasti mereka berdua melakukan komunikasi satu arah. Hanya yang berbicara saja yang mengerti apa yang dikatakan. Mengapa terjadi demikian ?
Inilah keragaman bahasa Indonesia. Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan dialek berbeda-beda.Walaupun bahasa Indonesia diucapkan dengan dialek masing-masing suku, tetapi masih dapat dipahami oleh suku lainnya selama menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu, terdapat juga ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan tidak baku, penggabungan antar keduanya, dan ragam sosial dan fungsional.
Meskipun beragam, bahasa Indonesia tetaplah bahasa pemersatu kita yang telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Kita berasal dari suku yang berbeda-beda, tetapi kita tetap satu juga.

1.3  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui macam-macam ragam dalam bahasa Indonesia.
2.      Menginformasikan ragam bahasa Indonesia kepada pembaca.
3.      Menerapkan ragam bahasa Indonesia yang benar dalam kehidupan sehari-hari.

1.4  Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan dan pencarian data melalui Internet (browsing).


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penting Atau Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya.
a) Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah (“bahasa ibu”). Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak besar jumlahnya. Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang tua yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang yang mempunyai latar belakang bahasa Melayu. Dengan demikian, kalau kita memandang bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu”, bahasa Indonesia itu tidak penting. Akan tetapi, pandangan kita tidak tertuju pada masalah “bahasa ibu”. Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa penutur bahasa Indonesia adalah 210 juta orang (2000) ditambah dengan penutur-penutur yang berada diluar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.
b). Dipandang dari Luas Penyebarannya
Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur bahasa itu. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari segi penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 210 juta lebih itu tersebar dalam daerah yang luas, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Daerah ini harus ditambah dengan (disamping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Luas penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka Jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah penyebarannya ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.
c). Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan Susastra
Sejalan dengan jumlah penutur dan luas penyebarnya, pemakaian suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra dapat dijadikan pula ukuran penting atau tidaknya bahasa itu. Kalau kita mencoba memandang bahasa daerah, seperti bahasa Kerinci, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan macam dan jenis susatranya walaupun hanya susastra lisan. Susastra Kerinci telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Kerinci. Dengan demikian, bahasa kerinci telah dipakai sebagai sarana dalam susastra.
Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas –sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra– telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

2.2 Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Adanya bermacam-macam ragam bahasa, sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis.
Kedua ragam itu berbeda. Perbedaannya adalah sebagai berikut.
1)      Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.
2)      Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis mengehendaki agara orang yang “diajak bicara” mengerti isi tulisan itu.
3)      Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku hanya untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Sebaliknya, ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis di Indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dipahami dan dibaca oleh orang yang hidup tahun 2008 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
4)      Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf miring.


2.3 Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a). Mantap
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi awalan pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.


b). Dinamis
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
c). Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Perwujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut.
Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut.
(1)Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
(2)Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual.
d). Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara atau pramugari.

2.4 Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa,kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis,ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang  mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, merupakan pula usaha kearah itu.
Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan ? Ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

2.5 Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan nilai kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional, adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya. Dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa teknik keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.

2.6 Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Setelah masalah baku dan nonbaku dibicarakan, perlu pula bahasa yang baik dan yang benar dibicarakan. Penentuan atau kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tidak jauh berbeda dari apa yang kita katakan sebagai bahasa baku. Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah “benar” suatu kata itu. Walaupun demikian, masalah “baik” tentu tidak sampai pada sifat kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat.
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Di bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh.
Andi menyapu lantai
Kalimat ini benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur, yaitu ada subjek (Andi), ada predikat (menyapu), dan ada objek (lantai). Kalimat ini juga memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat di bawah ini.
Lantai menyapu Andi
Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (lantai), ada predikat (menyapu), dan ada objek (Andi). Akan tetapi, dari segi makna, kalimat ini tidak benar karena tidak mendukung makna yang baik.
Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Kata aktifitas tidak benar penulisannya karena pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditentukan. Pembentukan penyerapan yang benar adalah aktivitas karena diserap dari kata activity. Kata persuratan kabar dan pertanggungan jawab tidak benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah ialah kata persuratkabaran dan pertanggungjawaban.
Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya. Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam suatu untaian kalimat sangat berpengaruh terhadap makna kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu ketika kita menggunakan kata menugasi, tetapi pada waktu lain kita menggunakan kata memerintahkan, meminta bantuan, memercayakan, dan sebagainya.








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah :
  1. Ada beberapa ragama bahasa Indonesia, diantaranya ragam bahasa daerah (dialek), ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku, ragam baku tulis dan ragam baku lisan, dan ragam sosial dan ragam fungsional.
  2.  Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan dan makna yang benar menurut kaidah yang berlaku.
  3. Bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.

3.2 Saran
Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang menggunakan bahasa yang berbeda, tetapi kita dapat saling berkomunikasi dan mengerti suatu pembicaraan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun dengan ragam yang berbeda, kita harus selalu menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.
Kita dapat menggunakan bahasa lisan yang baku dalam pertemuan formal dengan cara kita tidak terlalu menonjolkan logat daerah. Selain menggunakan bahasa lisan yang baku, kita juga harus menggunakan bahasa tulisan yang baku dengan cara mengikuti ejaan yang telah disempurnakan.



DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Badudu, J.S. DR. 1983. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.
Broto, A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyati, Yeti, dkk. 2009. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Anonim1. Mengenal Ragam Bahasa Indonesia
diakses 13 Oktober 2010
Anonim2. Ragam Bahasa Indonesia
diakses 13 Oktober 2010
Anonim3. Ragam Bahasa Indonesia
diakses 13 Oktober 2010